Aqidah Tauhid


 Ada banyak pendapat tentang aqidah tauhid ini, di bawah ini saya sedikit menjelaskan beberapa pendapat-pendapat tersebut. Semoga semakin menguatkan keimanan kita kepada Allah SWT. Amin.

A. Tauhid Rububiyah, Uluhiyah, Mulkiyah
Aqidah secara bahasa berarti ikatan atau keyakinan. Aqidah tauhid ini sudah jelas disebutkan dalam QS. An Naas : 1-3.

Katakanlah:” Aku berlindung kepada Tuhan manusia,
QS. an-Nas (114) : 1
Raja manusia.
QS. an-Nas (114) : 2
Sembahan manusia.
QS. an-Nas (114) : 3
Jika dijelaskan, maka aqidah Tauhid dibagi menjadi 3:
1. Tauhid Rububiyah (Allah sebagai Rabb)
2. Tauhid Mulkiyah (Allah sebagai Malik)
3. Tauhid Uluhiyah (Allah sebagai Ilah)

1. Tauhid Rububiyah (Allah sebagai Rabb)
    a. Rabb berarti pencipta
        Kita harus meyakini bahwa Allah adalah Dzat yang menciptakan semua yang ada di Alam Semesta ini.
 Sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur'an Surat Al Baqarah ayat 21 dan QS Al Fatihah ayat 2.
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa.(QS. Al Baqarah: 21)
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, (QS. Al Fatihah: 2) 

   b.Rabb berarti Penjaga/Pemelihara dan Pemberi Rizqi. Sebagaimana dijelaskan dalam QS 51:58 dan QS.35: 3
Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. (QS. Adz Dzariyat: 58)
Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepada kamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; maka mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)? (Q.S Fathir : 3)

    c. Rabb sebagai Penguasa segala sesuatu  di langit dan di Bumi. Sebagaimana dijelaskan dalam QS 23: 84-85.
Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?"Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak ingat?" (QS. Al Mukminun : 84-85)

   d. Rabb sebagai Pendidik
Kita harus meyakini bahwa Allah-lah yang bisa memberi pelajaran bagi tiap-tiap pemeluknya. Sebagaimana dijelaskan dalam QS. 96: 1-5.
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(Q.S Al 'Alaq : 1-5)

2. Tauhid Mulkiyah (Allah sebagai Malik)
     Dalam tauhid ini bearti mentauhidkan Allah dalam mulkiyahnya bermakna kita mengesakan Allah terhadap pemilikan, pemerintahan dan penguasaanNya terhadap alam ini. Dialah Pemimpin, Pembuat hukum dan Pemerintah kepada alam ini. Hanya landasan kepemimpinan yang dituntut oleh Allah saja yang menjadi ikutan kita.
    a. Malik berarti Raja. Allah sebagai satu-satunya Raja di langit dan di bumi.Hal ini dijelaskan dalam QS 17:111 dan QS 48:14
Dan katakanlah: "Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya. (QS 17 : 111) 
Dan hanya kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia memberi ampun kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan mengadzab siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS 48:14)
   b. Malik bearti Pemilik Perwalian (Penolong, Pelindung, Tempat mengadu). Allah sebagai  penolong/pelindung/ tempat mengadu. Hal ini dijelaskan dalam QS Al Maidah :55
Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).(QS Al Maidah :55)
    c. Malik berarti Pencipta hukum tertinggi. Dalam hal ini Allah-lah Pencipta Hukum Tertinggi baik di Langit atau di Bumi.Dijelaskan dalam QS Al Maidah : 50 dan QS 12:40
Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?(QS. Al Maidah: 50)
Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.(QS. Yusuf : 40)

3. Tauhid Uluhiyah(Allah Sebagai Ilah)
    a. Ilah sebagai penentram hati. Dalam hal ini, kita mengakui bahwa Allah satu-satunya penentram hati. Dijelaskan dalam QS 13:28 , QS 48:4.
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.(QS. Ar ra'd: 28)
Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,(QS. Al Fath: 4)
   b. Ilah berarti yang dicintai. Allahlah yang mendapatkan prioritas cinta TERTINGGI. Hal ini dijelaskan dalam QS 9:24.
Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.(QS.At Taubah:24)
   c. Ilah sebagai yang ditaati atau tempat yang untuk taat. Dijelaskan dalam QS Ali Imran: 32.
Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".
   d. Ilah berarti tempat untuk bersandar/berpegang. Hanya kepada Allah-lah tempat bersandar.Dijelaskan dalam QS. 3:101 dan QS 4:175
Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.(QS. Ali 
Imran: 101).
Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang kepada (agama)-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya.           (QS. An Nisa : 175)
    e. Ilah sebagai tempat pengabdian/tempat mengabdi. Dijelaskan dalam QS. 1:5
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan
(QS. Al Fatihah: 5)

Di atas adalah penjelasan Aqidah Tauhid jika dibagi menjadi Rububiyah, Uluhiyah, Mulkiyah. Selain itu terdapat fersi lain tentang teori tauhid ini.

B. Tauhid Rububiyah, Uluhiyah, Asma Wa Sifat

Tauhid Rububiyah
Yaitu mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya, seperti mencipta, menguasai, memberikan rizki, mengurusi makhluk, dll yang semuanya hanya Allah semata yang mampu. Dan semua orang meyakini adanya Rabb yang menciptakan, menguasai, dll. Kecuali orang atheis yang berkeyakinan tidak adanya Rabb. Diantara penyimpangan yang lain yaitu kaum Zoroaster yang meyakini adanya Pencipta Kebaikan dan Pencipta Kejelekan, hal ini juga bertentanga dengan aqidah yang lurus.

Tauhid Uluhiyah
Mentauhidkan Allah dalam perbuatan-perbuatan yang dilakukan hamba. Yaitu mengikhlaskan ibadah kepada Allah, yang mencakup berbagai macam ibadah seperti : tawakal, nadzar, takut, khosyah, pengharapan, dll. Tauhid inilah yang membedakan umat Islam dengan kaum musyrikin. Jadi seseorang belum cukup untuk mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya (Tauhid Rububiyah) tanpa menyertainya dengan mengikhlaskan semua ibadah hanya kepada-Nya (Tauhid Uluhiyah). Karena orang musyrikin dulu juga meyakini bahwa Allah yang mencipta dan mengatur, tetapi hal tersebut belum cukup memasukkan mereka ke dalam Islam.
Tauhid inilah yang menjadi inti pembahasan dari Kitab Tauhid, oleh karena itu penulis memberikan judul “Kitab Tauhid yang merupakan hak Allah terhadap hamba-Nya”. Judul ini diambil dari perkataan Rasulullah terhadap Muadz bin Jabbal di atas keledai, “Tahukah engkau apa hak Allah terhadap hamba-Nya, dan apa hak hamba terhadap Allah ?”, Muadz bin Jabbal, “Allah dan Rasulnya yang lebih mengetahui”, Hak Allah kepada hambanya yaitu agar hamba beribadah mentauhidkan Allah dan tidak menyekutukan Allah.

Tauhid Asma Wa Sifat
Mengimani dan menetapkan apa yang sudah ditetapkan Allah di dalam Al Quran dan oleh Nabi-Nya di dalam hadits mengenai nama dan sifat Allah tanpa merubah makna, mengingkari, mendeskripsikan bentuk/cara, dan memisalkan. Untuk pembahasan yang lebih lengkap bisa merujuk ke beberapa kitab diantaranya Aqidah Washithiyah, Qowaidul Mutsla, dll.

C. Tauhid Iman, Islam, Ihsan

1. Pengertian Iman
Dari pengertian lughat, kata iman berarti pembenaran (tashdiiq). Inilah makna yang dimaksud dengan kata mukmin dalam firman Allah, surat Yusuf:17:
قَالُوا يَآأَبَانَآ إِنَّا ذَهَبْنَا نَسْتَبِقُ وَتَرَكْنَا يُوسُفَ عِنْدَ مَتَاعِنَا فَأَكَلَهُ الذِّئْبُ وَمَآأَنتَ بِمُؤْمِنٍ لَّنَا وَلَوْ كُنَّا صَادِقِينَ {17}
17. Mereka berkata: "Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala; dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang benar."
Dalam ayat di atas, makna mukmin adalah mushaddiq yakni orang yang membenarkan . Adapun makna iman dari segi istilah adalah pembenaran atau pengakuan hati dengan penuh yakin tanpa ragu-ragu akan segala apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. yang diketahui dengan jelas sebagai ajaran agama yang berasal dari wahyu Allah.
Pengertian “iman” yang demikian ini telah diterima oleh seluruh ulama Islam, baik ulama salaf maupun ulama khalaf. Jika seseorang membenarkan dengan hati dengan penuh yakin akan agama Islam, maka ia adalah orang mukmin. Demikian kata Imam Nawawi. Orang tersebut tidak wajib mempelajari dalil-dalil untuk mengukuhkan iman atau makrifatnya kepada adanya Allah. Jadi, orang awam (muqallid) juga termasuk ke dalam golongan mukmin.
Pembenaran dan pengakuan itu tempatnya di dalam hati, yakni setelah adanya makrifah atau ilmu. Iman dalam arti yang demikian sama artinya dengan I’tikad. Yakni mengikat hati dalam bentuk kepercayaan kepada sesuatu yang telah diketahui wujud kebenarannya. Kaitan atau gantungan iman atau I’tikad itu disebut akidah. Mengakui adanya Allah disebut iman atau I’tikad sedangkan adanya Allah disebut akidah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa akidah adalah wujud Allah dan sifat-sifat-Nya serta rukun-rukun iman lainnya yang wajib dii’tikadkan dengan hati yang penuh yakin.
Iman mengandung arti ketentraman dan kedamaian kalbu yang dari kata itu pila muncul kata al-amanah (amanah: bisa dipercaya), lawan dari al-khiyanah (keingkaran). Seseorang dikatakan al-amin manakala, hati ini tentram karena perilakunya yang baik dan tidak khawatir bahwa orang itu akan berlaku khiyanat. Yang dimaksud keimanan seseorang terhadap sesuatu adalah bahwa dalam hati orang tersebut telah tertanam kepercayaan dan keyakinan tentang sesuatu itu dan sejak saat itu ia tidak khawatir lagi terhadap menyelusupnya kepercayaan lain yang bertentangan dengan kepercayaan.

2. Pengertian Islam
Dari segi lughat, kata islam mempunyai arti menyerah diri, tunduk serta patuh kepada sesuatu, baik yang nyata (hissi) maupun yang tidak nyata (maknawi). Inilah makna yang dimaksud dari kata aslama yang terdapat dalam firman Allah, dalam surat Ali Imran ayat 83:
أَفَغَيْرَ دِينِ اللهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُون {83}َ
83. Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.
Adapun dari segi istilah, kata islam adalah menyerah diri dan patuh sepenuhnya kepada Allah dengan hati yang ridha dengan mengerjakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dalam pengertian ini, semua nabi dan rasul adalah orang-orang Islam (muslim) karena mereka semua patuh dan tunduk serta menyerah diri kepada Allah, lahir dan batin.
Agama islam terdiri dari dua bagian, yaitu akidah dan syariah. Terkadang akidah disebut iman dan syariah disebut islam. Akidah adalah suatu istilah yang dikenal luas dalam kalangan ulama kalm dan ia tidak disebut dalam al-Qur’an dan Hadis. Sedangkan iman istilah agama yang banyak sekali disebut dalam al-Qur’an dan Hadis. Akidah atau iman adalah asas atau dasar agama sedangkan syariah adalah cabangnya. Akidah terletak dalam hati dan syariah adalah amalan atau kerja anggota badan.
Alam semesta dan segala isinya serta semua hukum yang ada di dalamnya adalah Islam, dalam arti tunduk , patuh, pasrah kepada Allah pencipta alam itu. Pasrah, tunduk kepada Allah dalam artian tunduk kepada hukum-hukum yang telah ditentukan-Nya, sebagaimana firman-Nya:
َفَغَيْرَ دِينِ اللهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُون {83}
83. Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.(Q.S. Ali Imran:83)
Menurut ayat ini, tidak ada sesuatu pun yang tidak patuh dan tunduk dengan hukum Islam. Seluruh ciptaan Allah dalam keadaan Islam. Wujud mereka takluk dan tunduk pada hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Allah. Mereka semua bertasbih, bertahhmid dan sujud kepada-Nya. Tidak sebutir atom pun yang dapat lepas berdiri sendiri dengan hukum lain. Termasuk juga manusia, seluruh jasad badaniyahnya adalah Islam kepada sunnatullah. Baik Islam secara terpaksa maupun sukarela. Yang menyerah dan menerima hukum Allah dengan sukarela ikhlas disebut mukmin atau muslim. Sedangkan bagi manusia yang tunduk, takluk dengan terpaksa kepada sunnatullah tersebut dikatakan orang kafir.
Oleh karena itu, sebagai manusia, adalah lebih baik menerima hukum Allah dengan suka hati daripada menerima dengan terpaksa. Tidak ada artinya sedikit pun penentangan kita terhadap hukum Allah, menolak atau menerima hukum tersebut sama saja, ia tetap berlaku pada dirinya.

3. Pengertian Ihsan Ihsan yaitu hendaknya kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat Dia. Jika kamu tidak melihatNya, maka (wajib yakin) bahwa sesuungguhnya Dia Maha Melihat kamu. Keterangan Rasulullah mengenai ihsan sebenarnya termasuk jawaami’ al kalim (kalimat singkat tapi penuh makna) yang telah diberikan Allah kepada beliau. Penjelasan ihsan yang dimaksud oleh Rasulullah adalah bagaimana kalau salah seorang dari kita mengajarkan ibadah sambil menyaksikan Allah secara langsung. Bukankah dia akan berusaha khusyu’ dan merendahkan diri. Dia akan memadukan antara konsentrasi lahir dan bathin. Dalam keterangan ini, dengan kata lain Rasulullah bersabda, “Sembahlah Allah dalam setiap kondisimu seakan-akan kamu menyaksikan-Nya secara langsung.” Memang kesempurnaan ibadah hanya bias dicapai ketika seorang senantiasa merasa diawasi oleh Sang Maha Pencipta. Itulah mengapa mengapa seorang hamba tidak boleh lalai ketika menjalankan ibadah.
Kesimpulan dari keterangan di atas adalah anjuran untuk ikhlas ketika mengerjakan ibadah sekaligus anjuran agar seorang hamba senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhannya dengan penuh khusyu’ dan rendah hati. Itulah mengapa beberapa ulama’ ada yang menganjurkan agar seseorang sering duduk bersama dengan orang-orang yang shalih. Mungkin pada tahap awal, melalui rasa malu pada orang-orang shalih tersebut, seseorang akan merasa malu untuk mempraktekan beberapa hal yang bias mengurangi nilai ibadahnya. Sehingga lama kelamaan dia akan bias berfikir, bagaimana kalau yang memperhatikan aktifitas ibadahnya adalah Allah Dzat Yang mampu mengetahui dan mengawasi kondisi lahir dan bathinnya.
Firman Allah tentang ihsan yaitu Q.S.An-Nahl:128,
إِنَّ اللهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ {128}

128. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.
Berdasar dalil di atas, maka dapat disimpulkan bahwa martabat ihsan itu ada dua, yaitu taqwa dan ikhlas.
Taqwa yaitu mengerjakan segala perintah Allah serta menjauhi semua larangan-Nya. Sedangkan ikhlas artinya kita melakukan segala ibadah itu semata-mata karena iman kepada Allah dank arena mengharapkan ridha-Nya.
Setelah kita percaya kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab, utusan, hari kiamat dan qadha’ qadar-Nya (Rukun Iman) , berarti kita sudah mengenal siapa Allah secara yakin. Kemudian, kita mengerti pula tentang kewajiban apa yang mesti kita lakukan, meliputi shalat, puasa, zakat, dan haji yang tercakup dalam rukun islam. Hal itu belum sempurna jika dalam pelaksanaannya kita belum ikhlas, sebagaimana pohon tak berbuah.
Maka ibadah yang dipandang sah oleh Allah adalah yang ikhlas. Dan iman maupun islam yang diterima oleh Allah adalah yang ikhlas, tidak dicampuri oleh kemusyrikan-kemusyikan, atau dicemari oleh suatu tujuan selain untuk Allah Swt. Sesungguhnya ikhlas itulah roh (jiwa) suatu ibadah dan segala macam atau bentuk semua amalan.dan ibadah yang ikhlas itulah yang dinamakan ihsan.
B. Hubungan antara Iman, Islam dan Ihsan
Hubungan iman dengan islam adalah erat sekali, tidak dapat dipisahkan. Namun, masing-masing memiliki makna yang berbeda-beda seperti firman Allah Q.S. al- Hujurat:14
قَالَتِ اْلأَعْرَابُ ءَامَنَّا قُل لَّمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِن قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ اْلإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ وَإِن تُطِيعُوا اللهَ وَرَسُولَهُ لاَيَلِتْكُم مِّنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا إِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ {14}

14. Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman." Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Dalam ayat di atas, yang dimaksud dengan iman adalah pengakuan dan pembenaran dengan hati ajaran iman, sedangkan yang dimaksud dengan islam adalah amalan lahiriyah yang dilakukan dengan anggota badan akan ajaran islam seperti shalat.
Pada hakikatnya, iman dan islam saling memerlukan. Artinya iman itu diperlukan oleh manusia supaya Allah dapat menerima islam-nya. Setiap amalan baik tidak akan diterima oleh Allah tanpa didasari pada iman. Shalat-nya orang munafik, misalnya, tidak aka nada faedahnya karena Allah tidak akan menerimanya, sebab dilakukannya karena karena sebab selain Allah. Dalam pergaulan hidup sesama manusia, iman itu tidak lazim dinyatakan karena apa yang ada di dalam hati hanya Allah yang mengetahui, sedangkan manusia hanya mengetahui amalan lahir saja sebagai buktibahwa dia orang mukmin. Islam perlu bagi seseorang sebagai bukti bahwa ia orang mukmin dalam pergaulan hidup sesame insane dan sekurang-kurangnya pengakuan dengan lisan, walaupun ia tidak lazim sebagai dalil orang mukmin di sisi Allah. Sebab, Allah Maha Mengetahui apa yang ada dalam hatinya. Di sisi Allah, pernyataan dengan lisan saja tidak bermanfaat selagi tidak ada pembenaran dalam hati.
Dalam hadis , Rasulullah menjawab dari pertanyaan Jibril,
1. Islam adalah kamu menyembah Tuhan dan tidak menyekutukan sesuatupun dengan-Nya, kamu melaksanakan shalat, membayar zakat, dan melaksanakan puasa Ramadhan.
2. Kepercayaan iman ialah kamu percaya kepada Tuhan, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, pertemuan dengan-Nya, Utusan-Nya dan hari kebangkitan.
3. Kesempurnaan ihsan yakni menjadi muslim yang sempurna adalah kamu menyembah Tuhan seakan-akan kamu melihatNya, apabila kamu tidak melihat-Nya, maka Dia melihatmu.
Menurut Ibn Taimiyyah, ketiga konsep tersebut, membentuk tiga tingkatan secara berurutan menurut konsep agama sebagaimana yang dipahami menurut pengertian islam. Tingkatan yang paling tinggi ialah ihsan, tingkatan pertengahan adalah iman, diikuti oleh islam. Dengan demikian setiap muhsin adalah mukmin, dan setiap mukmin adalah muslim, tetapi tidak setiap mukmin adalah muhsin, dan tidak setiap muslim adalah mukmin. Ihsan memiliki makna yang luas, karena makna ihsan di dalamnya meliputi semua karakteristik atau sifat-sifat baik iman maupun islam. Sesungguhnya ihsan merupakan penyempurna dari iman dan islam.
Pada hakikatnya, pangkal keimanan adalah tashdiiq (pembenaran dalam hati bahwa Allah itu Esa), sedangkan pangkal islam ialah berserah diri dan ketundukan kepada Allah. Terkadang seseorang secara lahiriyah Nampak bersih diri, namun bathinnya tidak memiliki rasa tunduk sedikitpun. Begitu juga sebaliknya, ada seseorang yang bathinnya telah melakukan tashdiiq namun fisik lahiriyahnya tidak mencerminkan sikap ketundukannya.
Jelasnya, keimanan dan keislaman itu tidak boleh dipisah-pisahkan satu dengan lainnya, erat hubungan dan senantiasa saling mengisi.
Jika kita misalkan iman sebagai akarnya, dan islam sebagai batang pohonnya, sedangkan ihsan adalah buahnya. Tidak cukup kita hanya percaya saja kalau tidak melaksanakan perintah-Nya, sebagaimana percuma kita melaksanakan perintah jika tidak percaya dan tidak mengerti kepada siapa harus kita tujukan. Jadi orang-orang taqwa adalah orang yng melaksanakan islam berdasarkan iman, atau orang-orang yang beriman kemudian melakukan islamnya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa:
• Islam adalah tunduk dan patuh lahir bathin, kepada apa yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. dari Allah Swt.
• Iman adalah mempercayai dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota segala apa yang dibawa Nabi Muhammad Saw. dari Allah Swt.
• Ihsan adalah hendaknya kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.
Iman, islam dan ihsan saling berhubungan satu sama lain. Ibarat iman sebagai akar, islam sebagai batang pohon, sedangkan ihsan adalah buahnya.

 Ketiga pembahasan di atas adalah berbagai pendapat dari materi Aqidah Tauhid  yang saya ambil dari berbagai sumber. Di akhir tulisan saya tuliskan: 
 a. QS Asy Syura: 13, yang Insya Allah artinya:
Dia telah mensyariatkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama) -Nya orang yang kembali (kepada-Nya). b. QS Al Maidah : 68, yang Insya Allah artinya:
Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikit pun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil dan Al Qur'an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu". Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Tuhanmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada kebanyakan dari mereka; maka janganlah kamu bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir itu.
Semoga pembaca sekalian dapat mengambil hikmah dari apa yang saya tuliskan tersebut.Sesungguhnya kebenaran hanya milik Allah. Jika ada yang kurang berkenan dengan tulisan saya ini saya mohon maaf.

Sumber:  

1 komentar:



ANNAS mengatakan...

Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kelompok ini perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu

Posting Komentar