Makalah Evaluasi Pembelajaran


BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang Masalah
Evaluasi merupakan subsistem yang sangat penting dan sangat di butuhkan dalam setiap sistem pendidikan, karena evaluasi dapat mencerminkan seberapa jauh perkembangan atau kemajuan hasil pendidikan. Dengan evaluasi, maka maju dan mundurnya kualitas pendidikan dapat diketahui, dan dengan evaluasi pula, kita dapat mengetahui titik kelemahan serta mudah mencari jalan keluar untuk berubah menjadi lebih baik ke depan.Tanpa evaluasi, kita tidak bisa mengetahui seberapa jauh keberhasilan siswa, dan tanpa evaluasi pula kita tidak akan ada perubahan menjadi lebih baik, maka dari itu secara umum evaluasi adalah suatu proses sistemik umtuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu program. Evaluasi pendidikan dan pengajaran adalah proses kegiatan untuk mendapatkan informasi data mengenai hasil belajar mengajar yang dialami siswa dan mengolah atau menafsirkannya menjadi nilai berupa data kualitati atau kuantitati sesuai dengan standar tertentu. Hasilnya diperlukan untuk membuat berbagai putusan dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
Dalam setiap pembelajaran, pendidik harus berusaha mengetahui hasil dari proses pembelajaran yang ia lakukan. Hasil yang dimaksud adalah baik, tidak baik, bermanfaat, atau tidak bermanfaat, dll. Pentingnya diketahui hasil ini karena ia dapat menjadi salah satu patron bagi pendidik untuk mengetahui sejauh mana proses pembelajran yang dia lakukan dapat mengembangkan potensi peserta didik. Artinya, apabila pembelajaran yang dilakukannya mencapai hasil yang baik, pendidik tentu dapat dikatakan berhasil dalam proses pembelajaran dan demikian pula sebaliknya. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui hasil yang telah dicapai oleh pendidik dalam proses pembelajaran adalah melalui evaluasi. Evaluasi yang dilakukan oleh pendidik ini dapat berupa evaluasi hasil belajar dan evaluasi pembelajaran.
Dalam makalah ini hanya dibicarakan masalah pengertian  evaluasi pembelajaran. Sebenarnya apakah yang dimaksud dengan evaluasi? Banyak literatur yang memberikan pengertian tentang evaluasi ini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, evaluasi berarti penilaian (KBBI, 1996:272). Nurgiyantoro (1988:5) menyebutkan bahwa evaluasi adalah proses untuk mengukur kadar pencapaian tujuan. Ia lebih lanjut menjelaskan bahwa evaluasi yang bersinonim dengan penilaian tidak sama konsepnya dengan pengukuran dan tes meskipun ketiga konsep ini sering didapatkan ketika masalah evaluasi pendidikan dibicarakan. Dikatakannya bahwa penilaian berkaitan dengan aspek kuantitatif dan kualitatif, pengukuran berkaitan dengan aspek kuantitatif, sedangkan tes hanya merupakan salah satu instrumen penilaian. Meskipun berbeda, ketiga konsep ini merupakan satu kesatuan dan saling memerlukan. Hal senada juga disampaikan oleh Nurgiyantoro (1988) dan Sudijono (2006).
Selanjutnya, ada juga para ahli evaluasi pendidikan, seperti Sudijono, menyebutkan bahwa evaluasi adalah (1) proses/kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan, (2) usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik (feed back) bagi penyempurnaan pendidikan (Sudijono, 2006:2). Hampir sama dengan Sudijono, Dimyati dan Mujiono menyebutkan bahwa evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai belajar dan pembelajaran yang dilaksanakan (2006:192).  Selain istilah evaluasi, terdapat juga istilah penilaian, pengukuran, dan tes. Sebenarnya, apakah ketiga istilah ini mengandung pengertian yang sama? Jawabannya tentu saja tidak.
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan  latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan dalam penulisan makalah  ini adalah sbb :
1.      Mengetahui Bagaimana Pengertian Evaluasi dan Evaluasi Pembelajaran?
2.   Mengetahui Bagaimana Pengertian Pengukuran?
3.   Mengetahui Bagaimana Pengertian Penilaian dan Tes?
C.       Tujuan Penulisan
Berdasarkan  rumusan masalah  di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penulisan makalah  ini adalah sbb : “ Untuk Mengetahui Bagaimana Pengertian Evaluasi, Pengukuran, Penilaian dan Tes”
D.       Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini di harapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak baik secara langsung maupun secara tidak langsung dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan pada umumnya.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN EVALUASI
Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris yaitu Evaluation yang artinya penilaian. Evaluasi memiliki banyak arti yang berbeda, menurut Wang dan Brown dalam buku yang berjudul Essentials of Educational Evaluation , dikatakan bahwa “Evaluation refer to the act or process to determining the value of something”, artinya “evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai daripada sesuatu”. Sesuai dengan pendapat tersebut maka evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan.
Menurut Benyamin S. Bloom Evaluasi merupakan “Handbook on formative and summative evaluation of student learning”, yang artinya Evaluasi adalah pengumpulan bukti-bukti yang cukup untuk dijadikan dasar penetapan ada tidaknya perubahan yang terjadi pada anak didik. Jadi, kita sebagai guru harus yakin bahwa pendidikan dapat membawa perubahan pada diri siswa.
Sedangkan Evaluasi menurut Cross adalah “Evaluation is a process which determines the extent to which objectives have been achieved”, yang artinya Evaluasi merupakan proses yang menentukan kondisi, di mana suatu tujuan telah dapat dicapai. Definisi ini menerangkan secara langsung hubungan evaluasi dengan tujuan suatu kegiatan yang mengukur derajat dari mana suatu tujuan dicapai.
Evaluasi dapat juga diartikan sebagai proses menilai suatu berdasarkan kriteria atau tujuan yang telah ditetapkan yang selanjutnya diikuti dengan pengambilan keputusan atas obyek yang dievaluasi. Sebagai contoh evaluasi proyek, kriterianya adalah tujuan dari pembangunan proyek tersebut, apakah tercapai atau tidak, apakah sesuai dengan rencana atau tidak, jika tidak mengapa terjadi demikian, dan langkah-langkah apa yang ditempuh selanjutnya. Hasil dari kegiatan evaluasi adalah bersifat kualitatif. Sudijono (1996) mengemukakan bahwa evaluasi pada dasarnya adalah merupakan penafsiran atau interpretasi yang bersumber pada data kuantitatif sedang data kualitatif merupakan hasil dari pengukuran. (Djaali dan Pudji M., 2008)
Evaluasi menurut Suharsimi A. (2004) adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan.
Sedangkan Suke Silverius dalam bukunya evaluasi hasil belajar dan umpan balik menjelaskan batasan istilah lain dari evaluasi yakni:
  1. Evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan (Stufflenbeam).
  2. Penentuan kesesuaian antara penampilan (untuk kerja)  dan tujuan.
  3. Pertimbangan professional atau suatu proses yang memungkinkan seseorang membuat pertimbangan tentang daya tarik atau nilai sesuatu.
Evaluasi menurut Kumano (2001) merupakan penilaian terhadap data yang dikumpulkan melalui kegiatan asesmen. Sementara itu menurut Calongesi (1995) evaluasi adalah suatu keputusan tentang nilai berdasarkan hasil pengukuran. Sejalan dengan pengertian tersebut, Zainul dan Nasution (2001) menyatakan bahwa evaluasi dapat dinyatakan sebagai suatu proses pengambilan keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan instrumen tes maupun non tes.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa evaluasi adalah pemberian nilai terhadap kualitas sesuatu. Selain dari itu, evaluasi juga dapat dipandang sebagai proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan. Dengan demikian, Evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauhmana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa (Purwanto, 2002). Cronbach (Harris, 1985) menyatakan bahwa evaluasi merupakan pemeriksaan yang sistematis terhadap segala peristiwa yang terjadi sebagai akibat dilaksanakannya suatu program.
Berdasarkan tujuannya, terdapat pengertian evaluasi sumatif dan evaluasi formatif. Evaluasi formatif dinyatakan sebagai upaya untuk memperoleh feedback perbaikan program, sementara itu evaluasi sumatif merupakan upaya menilai manfaat program dan mengambil keputusan (Lehman, 1990).

B. PENGERTIAN EVALUASI PEMBELAJARAN
Pengertian evaluasi pembelajaran telah disampaikan secara konkret oleh beberapa ahli yang memahami dengan baik semua aspek pendidikan yang mampu memengaruhi nilai akhir dari hasil pembelajaran. Pengertian evaluasi yang disampaikan oleh Sudjana (1990:3), lebih banyak ditekankan pada batasan sebagai proses menyalurkan atau memberikan nilai kepada suatu objek tertentu dengan mempertimbangkan suatu kriteria tertentu. Dengan adanya batasan-batasan tertentu, seseorang harus melewati semua kriteria tertentu untuk mencapai tujuan akhir yang diinginkan. Evaluasi telah mencakup sejumlah metode atau teknik yang tidak akan pernah bisa dilanggar maupun diabaikan oleh seorang pendidik. Seyogya nya, evaluasi bukanlah suatu kumpulan teknik semata, namun lebih kepada proses berkelanjutan yang tentunya akan mendasari keseluruhan kegiatan atau aktivitas pembelajaran.                                                                                                                                
Evaluasi pembelajaran juga dapat dimaksudkan sebagai suatu tindakan terorganisir yang mana sengaja diciptakan untuk mengetahui kondisi suatu objek dengan cara memakai instrumen yang kemudian hasilnya akan dibandingkan dengan sebuah tolak ukur sehingga memperoleh suatu kesimpulan. Evaluasi pembelajaran memiliki tujuan, yakni untuk mengetahui sudah sejauh mana objek tersebut memahami materi pembelajaran yang diberikan dan sudah berapa persen siswa yang berhasil meraih nilai tertinggi sehingga pendidik dapat memutuskan untuk kembali mengulang materi pelajaran tertentu atau tidak. Simpelnya, evaluasi pembelajaran merupakan sebuah proses sistematik yang harus dilakukan untuk mengetahui dan menentukan persentase tingkat pencapaian dari tujuan pembelajaran, dan membandingkannya, apakah telah sesuai dengan apa yang ditentukan?. Berikut ini beberapa pengertian evaluasi pembelajaran yang disampaikan oleh para tokoh ahli:
Menurut pendapat dari Grondlund serta Linn (1990), evaluasi
pembelajaran merupakan suatu proses menganalisa, mengumpulkan serta menginterpretasi suatu informasi secara runtut untuk menetapkan sudah sampai sejauh mana tujuan pembelajaran tersebut membuahkan hasil. Agar informasi yang diperoleh tepat, diperlukan kegiatan pengukuran. Proses pemberian skor berupa angka terhadap suatu kondisi maupun gejala yang berdasarkan pada aturan tertentu disebut dengan pengukuran.
Evaluasi pembelajaran menurut Erman (2003:2) merupakan suatu penentuan kesesuaian dari kedua sisi, yaitu, tampilan siswa dan tujuan pembelajaran itu sendiri. Yang dievaluasi adalah ciri khas atau karakteristik seorang siswa dengan memakai suatu tolak ukur. Ciri khas atau karakteristik tersebut meliputi beberapa kegiatan pembelajaran, enth dari segi kognitif, dari segi afektif, maupun segi psikomotor. Semua karakteristik tersebut dapat dievaluasi dengan baik, secara lisan maupun tertulis dan perilaku keseharian siswa.
Jika dikaji secara lebih luas, kedua pendapat para ahli akan pengertian evaluasi pembelajaran sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pengertian evaluasi yang telah dipelajari secara umum. Evaluasi pembelajaran adalah proses yang dilakukan untuk menentukan nilai dari pembelajaran yang telah dilaksanakan, melalui berbagai kegiatan pengukuran maupun penilaian pembelajaran.
Melalui pengertian evaluasi pembelajaran seorang guru akan memahami dengan sebaik-baiknya, apa itu evaluasi pembelajaran dan bagaimana pengaruhnya terhadap proses pembelajaran seorang siswa. Evaluasi pembelajaran akan membantu seorang guru untuk membandingkan, mengumpulkan data, mengolah data yang telah diukur dan mengetahui berapa siswa yang telah berhasil mencapai tujuan pembelajaran serta berapa siswa yang harus kembali dibimbing, diajarkan serta dididik sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan dan telah ditentukan sebelumnya. Meskipun sekilas pengertian evaluasi dengan evaluasi pembelajaran tampak mirip, bukan berarti pemahaman dan pendalamannya dapat dilakukan dengan cara yang sama, guru harus memahami semua aspek yang membedakan antara evaluasi dengan evaluasi pembelajaran supaya tidak terjadi kekeliruan disaat rencana untuk melakukan evaluasi pembelajaran akan dimulai.
C. PENGERTIAN PENGUKURAN
Perlu dijelaskan di sini bahwa evaluasi tidak sama artinya dengan pengukuran ( measurement ), Wand dan Brown mengatakan bahwa “Measurement means the act or process of axestaining the extent or quantity of something” yang artinya pengukuran adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan luas atau kuantitas daripada sesuatu.
Dari definisi antara evaluasi dengan pengukuran, maka dapat diketahui dengan jelas perbedaan antara penilaian dan pengukuran. Walaupun ada perbedaan antara pengukuran dan penilaian, namun kedua hal tersebut tidak bisa dipisahkan karena antara pengukuran dan penilaian terdapat hubungan yang sangat erat. Sebab untuk dapat mengadakan penilaian yang tepat terhadap sesuatu terlebih dahulu harus didasarkan atas pengukuran-pengukuran. Misalnya untuk menilai apakah seseorang dapat membaca dengan lancer atau tidak, maka perlu kita mengukur berapa jumlah kata-kata yang dibacanya dalam satu menit, berapa kesalahan-kesalahan yang dibuatnya, dan sebagainya.
Pengukuran adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur sesuatu, misalnya suhu badan dengan ukuran berupa termometer hasilnya 360 celcius, 380 celcius, 390 dst. Dari contoh tersebut dapat dipahami bahwa pengukuran bersifat kuantitatif.
Di bawah ini dijelaskan beberapa pengertian pengukuran menurut para ahli:
  • Menurut Ign. Masidjo (1995: 14) pengukuran adalah suatu kegiatan menentukan kuantitas suatu objek melalui aturan-aturan tertentu sehingga kuantitas yang diperoleh benar-benar mewakili sifat dari suatu objek yang dimaksud.
  • Pengukuran bisa diartikan sebagai proses memasangkan fakta-fakta suatu objek dengan fakta-fakta satuan tertentu (Djaali & Pudji Muljono, 2007).
  • Menurut Endang Purwanti (2008:4) pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka.
  • Pengukuran dapat diartikan dengan kegiatan untuk mengukur sesuatu. Pada hakekatnya, kegiatan ini adalah membandingkan sesuatu dengan atau sesuatu yang lain (Anas Sudiono, 2001).
  • Pengukuran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuntitas sesuatu (Zaenal Arifin, 2012).
  • Hopkins dan Antes (1990) mengartikan pengukuran sebagai “suatu proses yang menghasilkan gambaran berupa angka-angka berdasarkan hasil pengamatan mengenai beberapa ciri tentang suatu objek, orang atau peristiwa.
  • Menurut Zainul dan Nasution (2001) pengukuran memiliki dua karakteristik utama yaitu: 1) penggunaan angka atau skala tertentu; 2) menurut suatu aturan atau formula tertentu. Pengukuran merupakan pemberian angka terhadap suatu atribut atau karakter tertentu yang dimiliki oleh seseorang, atau suatu obyek tertentu yang mengacu pada aturan dan formulasi yang jelas. Aturan atau formulasi tersebut harus disepakati secara umum oleh para ahli.
  • Menurut Cangelosi (1995: 21) pengukuran adalah proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris yang digunakan untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal ini guru menaksir prestasi siswa dengan membaca atau mengamati apa saja yang dilakukan siswa, mengamati kinerja mereka, mendengar apa yang mereka katakan, dan menggunakan indera mereka seperti melihat, mendengar, menyentuh, mencium, dan merasakan.
  • Menurut Wiersma & Jurs (1990) pengukuran adalah penilaian numerik pada fakta-fakta dari objek yang hendak diukur menurut kriteria atau satuan-satuan tertentu.
  • Alwasilah et al.(1996), measurement (pengukuran) merupakan proses yang mendeskripsikan performa siswa dengan menggunakan suatu skala kuantitatif (sistem angka) sedemikian rupa sehingga sifat kualitatif dari performa siswa tersebut dinyatakan dengan angka-angka
  • Arikunto dan Jabar (2004) menyatakan pengertian pengukuran (measurement) sebagai kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran tertentu sehingga sifatnya menjadi kuantitatif.
  • Sridadi (2007) pengukuran adalah suatu prose yang dilakukan secara sistematis untuk memperoleh besaran kuantitatif dari suatu obyek tertentu dengan menggunakan alat ukur yang baku.
Jadi, Pengukuran (measurement) adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menentukan fakta kuantitatif dengan membandingkan sesuatu dengan satuan ukuran standar yang disesuaikan sesuai dengan objek yang akan diukur. Pengukuran bukan hanya dapat mengukur hal-hal yang tampak saja namun dapat juga mengukur benda-benda yang dapat di bayangkan seperti kepercayaan konsumen, ketidak pastian dll. Pengukuran dalam bidang pendidikan berarti mengukur atribut atau karakteristik peserta didik tertentu. Dalam hal ini yang diukur bukan peserta didik tersebut, akan tetapi karakteristik atau atributnya.
D. PENGERTIAN PENILAIAN
Penilaian adalah proses sistematis meliputi pengumpulan informasi (angka atau deskripsi verbal), analisis, dan interpretasi untuk mengambil keputusan. Sedangkan penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik.Untuk itu, diperlukan data sebagai informasi yang diandalkan sebagai dasar pengambilan keputusan. Dalam hal ini, keputusan berhubungan dengan sudah atau belum berhasilnya peserta didik dalam mencapai suatu kompetensi. Penilaian merupakan suatu proses yang dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, penyusunan alat penilaian, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta didik, pengolahan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik.
Penilaian dilaksanakan melalui berbagai bentuk antara lain: penilaian unjuk kerja (performance), penilaian sikap, penilaian tertulis (paper and pencil test), penilaian proyek, penilaian melalui kumpulan hasil kerja/karya peserta didik (portfolio), dan penilaian diri. Penilaian hasil belajar baik formal maupun informal diadakan dalam suasana yang menyenangkan, sehingga memungkinkan peserta didik menunjukkan apa yang dipahami dan mampu dikerjakannya. Hasil belajar seorang peserta didik tidak dianjurkan untuk dibandingkan dengan peserta didik lainnya, tetapi dengan hasil yang dimiliki peserta didik tersebut sebelumnya.  Dengan demikian peserta didik tidak merasa dihakimi oleh guru tetapi dibantu untuk mencapai apa yang diharapkan.
Penilaian menurut Arikunto, merupakan proses pembuatan keputusan terhadap sesuatu ukuran baik buruk yang besifat kualitatif. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, bahwa penilaian merupakan kelanjutan dari kegiatan pengukuran untuk menafsirkan angka sebagai ukuran nilai. Kegiatan pengukuran dilakukan apabila penilaian memerlukannya, dan pengukuran tidak perlu dilakukan apabila penilaian tidak memerlukannya.Setelah kita memahami apa yang dimaksudkan dengan penilian dan pengukuran dari uraian diatas barulah kita bias memunculkan definisi evaluasi secara umum.Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur dan memberikan penilaan sehingga dari pengukuran dan penilaian tersebut dapat mengetahui sejauh mana tujuan yang diinginkan dapat tercapai.

E. HUBUNGAN ANTARA EVALUASI, PENILAIAN, DAN PENGUKURAN
Secara umum hubungan antara evaluasi, penilaian dan pengukuran menurut Gabel (1993) menyatakan bahwa evaluasi merupakan proses pemberian penilaian terhadap data atau hasil yang diperoleh melalui pengukuran. Antara penilaian dan evaluasi sebenarnya memiliki persamaan dan perbedaan, yaitu :
Persamaannya adalah keduanya mempunyai pengertian menilai atau menentukan nilai sesuatu, disamping itu juga alat yang digunakan untuk mengumpulkan datanya juga sama. Evaluasi dan penilaian lebih bersifat kualitatif. Pada hakikatnya keduanya merupakan suatu proses membuat keputusan tentang nilai suatu objek.
Perbedaannya terletak pada ruang lingkup dan pelaksanaannya. Ruang lingkup penilaian lebih sempit dan biasanya hanya terbatas pada salah satu komponen atau aspek saja, seperti prestasi belajar. Pelaksanaan penilaian biasanya dilakukan dalam konteks internal. Ruang lingkup evaluasi lebih luas, mencangkup semua komponen dalam suatu sistem dan dapat dilakukan tidak hanya pihak internal tetapi juga pihak eksternal. Evaluasi dan penilaian lebih bersifat komprehensif yang meliputi pengukuran, sedangkan tes merupakan salah satu alat (instrument) pengukuran. Pengukuran lebih membatasi pada gambaran yang bersifat kuantitatif (angka-angka) tentang kemajuan belajar peserta didik, sedangkan evaluasi dan penilaian lebih bersifat kualitatif. Keputusan penilaian tidak hanya didasarkan pada hasil pengukuran, tetapi dapat pula didasarkan hasil pengamatan dan wawancara.


BAB III
PENUTUP
A.                KESIMPULAN
1. Evaluasi adalah suatu  proses sistematik untuk memperoleh informasi tentang kemajuan siswa dalam rangka memberikan penilain serta untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat mencapai tujuan pengajaran.
2. Evaluasi pembelajaran adalah proses yang dilakukan untuk menentukan nilai dari pembelajaran yang telah dilaksanakan, melalui berbagai kegiatan pengukuran maupun penilaian pembelajaran.
3. Pengukuran (measurement) adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menentukan fakta kuantitatif dengan membandingkan sesuatu dengan satuan ukuran standar yang disesuaikan sesuai dengan objek yang akan diukur
4. Penilaian adalah proses sistematis meliputi pengumpulan informasi (angka atau deskripsi verbal), analisis, dan interpretasi untuk mengambil keputusan.
5. Secara umum hubungan antara evaluasi, penilaian dan pengukuran menurut Gabel (1993) menyatakan bahwa evaluasi merupakan proses pemberian penilaian terhadap data atau hasil yang diperoleh melalui pengukuran.
B.                 SARAN
Demikian makalah yang dapat kami susun dan kami sangat menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan pengembangan sangat kami harapkan. Dan semoga ini dapat menambah pengetahuan kita dan bermanfaat. Amin.



DAFTAR PUSTAKA


Diakses pada Rabu, 25 November 2015. Pukul 22.00

Diakses pada Rabu, 25 November 2015. Pukul 21.30







Makalah Home Schooling



BAB I
PENDAHULUAN


A.           Latar Belakang
         Pendidikan alternatif dengan model sekolah rumah (homeschooling) tidak hanya menumbuhkan keinginan belajar secara fleksibel pada anak, namun juga mampu menumbuhkan karakter moral pada anak. Pasalnya, dengan menyerahkan proses belajar sebagai hak anak untuk mendapatkan pendidikan, akan mendorong anak untuk belajar berdisiplin dan bertanggung jawab, terhadap segala kegiatan belajar yang telah dilakukannya (Mulyadi,2008).
          Sistem ini terlebih dahulu berkembang di Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya di dunia. Belakang ini banyak orangtua yang tidak puas dengan hasil sekolah formal sehingga menjadikan homeschooling sebagai alternatif proses belajar mengajar dalam perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Kerapkali sekolah formal berorientasi pada nilai rapor (kepentingan sekolah), bukannya mengedepankan keterampilan hidup dan bersosial (nilai-nilai iman dan moral). Selain itu, perhatian secara personal pada anak, kurang diperhatikan.

B.        Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah singkat homeschooling ?
2.      Bagaimana perkembangan homeschooling di Indonesia ?
3.      Bagaimana kurikulum homeschooling ?
4.      Bagaimana proses pembelajaran homeschooling ?
5.      Mengapa homeschooling menjadi solusi pendidikan alternatif untuk anak ?
6.      Apa kelebihan dan kelemahan homeschooling ?

C.        Tujuan Penulisan
1.    Mengetahui sejarah singkat homeschooling.
2.    Mengetahui perkembangan homeschooling di Indonesia.
3.    Mengetahui kurikulum homeschooling.
4.    Mengetahui proses pembelajaran homeschooling.
5.    Mengetahui mengapa homeschooling menjadi solusi pendidikan alternatif untuk anak.
6.    Mengetahui kelebihan dan kelemahan homeschooling.


BAB II
PEMBAHASAN


A.        Sejarah Homeschooling

Dalam bukunya How Children Fail, John Cadlwell Holt (1964) menyatakan “manusia pada dasarnya makhluk belajar dan senang belajar. Kita tidak perlu ditunjukkan bagaimana cara belajar. Yang membunuh kesenangan belajar adalah orang-orang yang berusaha menyelak, mengatur, atau mengontrolnya”. Dipicu oleh filosofi tersebut, pada tahun 1960-an terjadilah perbincangan dan perdebatan luas mengenai pendidikan sekolah dan sistem sekolah. Sebagai guru dan pengamat anak dan pendidikan, Holt mengatakan bahwa kegagalan akademis pada siswa tidak ditentukan oleh kurangnya usaha pada sistem sekolah, tetapi disebabkan oleh sistem sekolah itu sendiri.
Pada waktu yang hampir bersamaan, akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, Ray dan Dorothy Moor melakukan penelitian mengenai kecenderungan orang tua menyekolahkan anak lebih awal (early childhood education). Penelitian mereka menunjukkan bahwa memasukkan anak-anak pada sekolah formal sebelum usia 8-12 tahun bukan hanya tidak efektif, tetapi berakibat buruk bagi anak-anak, khususnya anak-anak laki-laki karena keterlambatan kedewasaan mereka. Setelah pemikirannya tentang kegagalan sistem sekolah mendapat tanggapan luas, Holt sendiri kemudian menerbitkan karyanya yang lain Instead of Education; Ways to Help People Do Things Better, (1976). Buku ini pun mendapat sambutan hangat dari para orangtua homeschooling di berbagai penjuru Amerika Serikat. Pada tahun 1977, Holt menerbitkan majalah untuk pendidikan di rumah yang diberi nama Growing Without Schooling. Serupa dengan Holt, Ray dan Dorothy Moore kemudian menjadi pendukung dan konsultan penting homeschooling. Setelah itu, homeschooling terus berkembang dengan berbagai alasan. Selain karena alasan keyakinan (beliefs), pertumbuhan homeschooling juga banyak dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem pendidikan di sekolah formal.

B.        Perkembangan Homeschooling di Indonesia
Perkembangan homeschooling di Indonesia belum diketahui secara persis karena belum ada penelitian khusus tetang akar perkembangannya. Istilah homeschooling merupakan khazanah relatif baru di Indonesia. Namun menurut Seto Mulyadi ( 2006) jika dilihat dari konsep homeschooling sebagai pembelajaran yang tidak berlangsung di sekolah formal alias otodidak, maka sekolah rumah sudah tidak merupakan hal baru. Banyak tokoh-tokoh sejarah Indonesia yang sudah mempraktekkan homeschooling seperti KH. Agus Salim, Ki Hajar Dewantara, dan Buya Hamka.
Di Indonesia baru beberapa lembaga yang menyelenggarakan homeschoooling, seperti Kamyabi Home School, Home Schooling Kak Seto, Home Schooling Primagama dan lembaga pemerintah berupa Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM).
Kamyabi Home School merupakan lembaga penyelenggara homeschooling islami yang menyelenggarakan kurikulum agama islam (tahfidz, hadist, fiqih,dll) dan mata pelajaran umum. Dengan modul digital Kamyabi Homeschool siswa dapat belajar mandiri di rumah, atau orang tua bisa memanggil guru atau ustadz untuk mengajar anaknya di rumah.
Evaluasi atau ujian  dilakukan secara on line. Sehingga dimana saja kita berada kita bisa tetap melaksanakan ujian. Ujian on line mengajarkan kejujuran kepada siswa dan orang tua. Ujian dilakukan 2 kali dalam satu semester, Ujian Tengah Semester dan Ujian Akhir Semester. Setiap bulan dikirim via email soal dan tugas belajar, sehingga siswa dapat terus berlatih dan terpantau perkembangannya.
Homeschooling Kak Seto adalah sekolah alternatif yang menempatkan anak-anak sebagai subjek dengan pendekatan secara “at home” atau di rumah. Dengan pendekatan “at home” inilah anak-anak merasa nyaman belajar karena mereka dapat belajar apapun sesuai dengan keinginannya, kapan saja dan dimana saja seperti Ia tengah berada di rumahnya.
 Homeschooling Primagama menekankan pada pemberdayaan potensi otak kiri dan otak kanan siswa dan juga mengembangkan konsep belajar bagaimana cara belajar (learn how to learn) yang baik, sehingga terciptalah output anak didik yang memiliki bekal ilmu pengetahuan yang baik (knowledge), kecakapan hidup yang baik (lifeskill), dan juga sikap hidup yang baik (attitude).
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) merupakan program pemerintah yang menyelenggarakan pendidikan jalur informal. Badan penyelenggara PKBM sudah ada ratusan di Indonesia. PKBM sebenarnya menyelenggarakan proses pendidikan selama 3 hari di sekolah, selebihnya, tutor mendatangi rumah murid.
Saat ini perkembangan homeschooling di Indonesia dipengaruhi oleh akses terhadap informasi yang semakin terbuka sehingga orang tua semakin memiliki banyak pilihan untuk pendidikan anak-anaknya. Diperkuat dengan aspek legalitas  Istilah homeschooling ini sudah cukup populer belakangan ini. Sayangnya, upaya pemasyarakatan homeschooling tidak cukup diikuti dengan informasi yang berkenaan dengan persyaratan yang seharusnya dimiliki dalam menerapkannya. Akibatnya, praktek homeschooling di negara kita menjadi berbeda, alias salah kaprah. Pemasyarakatan homeschooling tidak dengan dasar pikiran yang tepat dan kuat. Masyarakat – seperti biasanya – sangat cepat memberikan respon positif; bila yang berbicara adalah orang-orang yang dianggap ahli. Sebagain kalangan mengatakan bahwa homeschooling di Indonesia tak ubahnya semacam private school yang eksklusif. Orang tua yang memiliki anak-anak yang bermasalah dengan lingkungan sosialnya malah dipindahkan ke sekolah jenis ini. Adapula lembaga-lembaga pendidikan yang membuka peluang ini bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Orangtua yang masih berpandangan tradisional umumnya masih menganggap ijazah adalah segala-galanya bagi masa depan anak-anaknya. Anak-anak spesial yang –tentu saja – tidak memungkinkan bersekolah di sekolah umum diarahkan untuk mengikuti homeschooling hanya agar dapat menyelesaikan pendidikannya dan…: mendapatkan ijazah!

C.        Kurikulum Pembelajaran Homeschooling
          Banyak model homeschooling. Salah satunya adalah homeschooling (HS)/home education (HE) yang mengacu pada model sekolah. Model homeschooling semacam ini disebut school at home, sekolah di rumah. Dalam model school-at-home, proses belajar yang dilakukan dalam homeschooling mengacu pada kurikulum sekolah. Kurikulum apa yang harus diacu oleh keluarga homeschooling? .
Pilihannya terserah pada setiap keluarga. Keluarga dapat memilih homeschooling yang mengacu pada kurikulum nasional atau kurikulum lain, semisal kurikulum Cambridge IGCSE yang digunakan oleh sekolah-sekolah internasional di Indonesia. Jika hendak mengacu pada kurikulum tertentu, keluarga HS/HE dapat menentukan pilihan kurikulum mana yang diacu. Jika kurikulum nasional yang diacu, maka hanya ada satu jenis kurikulum yang dibuat oleh Depdiknas, yaitu kurikulum yang digunakan di sekolah-sekolah. Kurikulum inilah yang perlu diacu oleh keluarga HS/HE.
Kurikulum sekolah ini dapat diperoleh di situs Pusat Kurikulum Depdiknas (Puskur). Ada juga materi kurikulum itu yang dijual di toko buku. Cara paling gampang dan praktis untuk mengetahui kurikulum nasional adalah dengan melihat buku-buku pelajaran yang digunakan anak sekolah.
Walaupun menggunakan kurikulum nasional seperti sekolah, kreativitas bagi keluarga homeschooling tetap terbuka. Banyak aspek di dalam proses belajar dalam homeschooling yang tetap dapat dimodifikasi sesuai gaya belajar anak agar memperoleh hasil yang maksimal.
Keluarga homeschooling dapat menentukan sendiri buku referensi apa yang paling disukai, waktu belajar, dan juga cara mempelajari suatu mata pelajaran. Di luar mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Persamaan, anak-anak homeschooling tetap dapat mempelajari berbagai hal yang menjadi minat dan perhatiannya.

D.        Proses Pembelajaran Homeschooling
“Homeschooling merupakan pendidikan berbasis rumah, yang memungkinkan anak berkembang sesuai dengan potensi diri mereka masing-masing” (Daryono, 2008).
Secara etimologis, homeschooling adalah sekolah yang diadakan di rumah. Meski disebut homeschoooling, tidak berarti anak terus menerus belajar di rumah, tetapi anak-anak bisa belajar di mana saja dan kapan saja asal situasi dan kondisinya benar-benar nyaman dan menyenangkan seperti layaknya berada dirumah.
Homeschooling lebih mengacu pada kompetensi praktis hubungan antara ketertarikan dan hobbi individu. Serta fleksibilitas metode belajar mengajar tidak terbelenggu oleh dimensi ruang dan waktu secara formal dan dapat menjamin tingkat kompetensi terealisir dengan baik. Dalam homeschooling guru hanya sebagai pembimbing dan mengarahkan minat siswa pada mata pelajaran yang diminati. Dalam hal ini siswalah yang menjadi subjek kurikulum bukan menjadi objek. Jam belajar lebih lentur karena mulai dari bangun tidur sampai berangkat tidur kembali.
Pemerintah sementara ini hanya mendukung sebatas legalitas formal melalui UU SisDikNas yang menggolongkannya sebagai bagian dari pendidikan informal (keluarga). Homeschooling termasuk model pendidikan yang digunakan sebagai alternatif institusi sekolah yang menempatkan anak sebagai subjek dengan pendekatan pendidikan di rumah dan berada di bawah naungan Direktorat Pendidikan Kesetaraan, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Depdiknas RI. Bagi peserta didik homeschooling bisa memiliki sertifikat ijazah dengan mengikuti Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan (UNPK) paket A (kesetaraan SD), paket B (SMP) dan paket C (SMA) sesuai dengan tingkat kemampuan pendidikannya.


Ada beberapa klasifikasi format homeschooling, yaitu:
   Homeschooling tunggal
Homeschooling tunggal dilaksanakan oleh orangtua dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan keluarga lainnya karena hal tertentu atau lokasi yang berjauhan.
   Homeschooling majemuk
          Homeschooling majemuk dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga untuk kegiatan tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orangtua masing-masing. Alasannya: terdapat kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melakukan kegiatan bersama. Contohnya kurikulum dari Konsorsium, kegiatan olahraga (misalnya keluarga atlit tennis), keahlian musik/seni, kegiatan sosial dan kegiatan agama.
   Komunitas homeschooling 
Komunitas homeschooling merupakan gabungan beberapa homeschooling majemuk yang menyusun dan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok (olah raga, musik/seni dan bahasa), sarana/prasarana dan jadwal pembelajaran. Komitmen penyelenggaraan pembelajaran antara orang tua dan komunitasnya kurang lebih 50:50.

Sedangkan metode homeschool adalah sebagai berikut:
1. Metode Homeschooling Charlotte Mason
Dalam metode Charlotte Mason, anak membaca buku kemudian menceritakannya kembali dengan bahasanya sendiri. Hal ini memastikan bahwa mereka mengerti apa yag dibacanya.
2. Metode Homeschool Klasik
Metode ini terdiri atas konsep grammar, logic dan rhetoric atau dapat juga diartikan pengetahuan, pengertian dan kebijakan. Tahapan grammar (sampai usia 12) adalah saat anak menerima dan mengumpulkan informasi dan pengetahuan. Anak belajar menerima fakta walaupun belum memahaminya namun sejalan dengan bertambahnya usia, mereka mulai mencerna fakta tersebut. Tahapan logic (usia 13 – 15) adalah saat pemahaman anak mulai matang. Mereka mulai mengerti sebab akibat dan pengetahuan tentang logika.
Tahapan rhetoric (usia 16 – 18) adalah saat anak bisa menggunakan pengetahuan dan logika untuk berkomunikasi, menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari dan berdiskusi serta berdebat tentang Komunitas homeschooling kebijakan.
Setiap mata pelajaran mempunyai 3 tahapan tersebut. Peserta didik menerima fakta, belajar mengerti, dan diuji dalam pemahaman mereka.
3. Eclectic
Metode ini melakukan hal-hal yang disukai dari berbagai kurikulum yang ada dengan menggunakan sumber-sumber informasi dari internet, perpustakaan atau menciptakan kurikulum sendiri.
4. Metode Homeschooling Montessori
Maria Montessori menyatakan bahwa anak mempunyai kemampuan untuk belajar. Orang dewasa hanya perlu mengatur lingkungan anak agak mendukung proses anak belajar. Orang dewasa tidak perlu mengatur anak, tetapi cukup dengan membantu anak belajar dari lingkungannya dalam situasi natural maupun kelompok yang tidak dibatasi oleh umur.
5. Unschooling
Anak belajar materi yang mereka sukai. Unschooling sangat tidak terstruktur tapi sering cocok untuk sebagian anak, terutama anak kecil.
6. Unit studies
Semua mata pelajaran terpadu menjadi satu tema. Sebagai contoh dari sebuah buku anak dapat belajar sejarah, seni, ilmu pengetahuan alam, matematika, semua melalui buku tersebut.
7. Metode homeschooling Waldorf
Konsep pengajaran Waldorf bertumpu pada anak secara keseluruhan (the whole child) yang meliputi kepala, hati dan tangan. Metode ini menekankan dongeng (storytelling) and seni (art). Metode ini tidak berusaha untuk menanamkan materi intelektual kepada anak, tetapi membangkitkan kemampuan anak untuk mencari pengetahuan dan menikmati proses belajar.

E.        Homeschooling Sebagai Pendidikan Alternatif Untuk Anak
Kenyataan bahwa pendidikan formal tidak bisa memberikan apa yang diharapkan oleh orang tua menjadikan homeschooling sebagai solusi pendidikan alternatif bagi orang tua yang menginginkan anaknya mendapatkan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan. Banyak beberapa pertimbangan bagi orang tua yang masih ragu untuk memilih homeschooling sebagai pendidikan anaknya, antara lain:
o      Sistem belajar dilakukan dan diawasi sendiri oleh orang tua 
Orang tua yang cenderung khawatir terhadap pengaruh negatif pergaulan anak dan tidak puas dengan kinerja sekolah formal dapat memilih homeschooling sebagai solusi . Hal ini dikarenakan homeschooling merupakan pendidikan yang pada pelaksanaannya dilakukan sendiri oleh orang tua. Sehingga orang tua dapat memantau secara langsung perkembangan anak. Akan tetapi dengan catatan bahwa segala sesuatu yang terkait dengan pelaksanaan homeschooling menjadi tanggung jawab penuh orang tua.
o      Kegiatan belajar flexibel
Nama sekolah rumah atau homeschooling bukan berarti kegiatan belajar sepenuhnya dilaksanakan dirumah. Kegiatan belajar dapat diatur atau dikondisikan sesuai dengan kebutuhan anak dan orang tua. Kegiatan belajar dapat dilakukan di maanpun dan kapanpun orang tua atau peserta didik mau. Misalnya pada saat orang tua akan pergi ke kantor pos untuk mengirim surat, pada saat itu pula orang tua dapat mengajarkan berbagai hal kepada anak seperti tata cara menulis surat yang baik, bahasa yang baik untuk menulis surat, langkah-langkah untuk mengirimkan surat, dan masih banyak yang lainnya.
o      Perkembangan psikologis anak
Banyak orang tua mengkhawatirkan dampak psikologis home schooling seperti kurangnya sosialisasi anak dengan temannya. Padahal sebenarnya orang tua tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut, karena seperti yang telah dikemukakan pada bagian atas bahwa home schooling memiliki 3 jenis. Dan 2 dari 3 jenis home schooling tersebut merupakan jenis homeschooling yang pelaksanaannya dilakukan bersama-sama dengan keluarga lain. sehingga dampak buruk psikologis dapat ditanggulangi dengan kedua jenis home schooling tersebut. Orang tua yang memiliki anak yang sama-sama mengikuti home schooling dapat bekerja sama untuk sesekali mengumpulkan anaknya dalam kegiatan belajar bersama di suatu tempat yang sesuai dengan materi apa yang akan diajarkan.
o      Tersedianya sarana yang lengkap di lingkungan 
Tersedianya sarana memang penting untuk diperhatikan mengingat tanpa adanya sarana yang lengkap maka jalanya proses kegiatan belajar akan terhambat. Dan yang menggembirakan perkembangan homeschooling pada saat ini juga diikuti dengan perkembangan fasilitas di dunia nyata. Fasilitas tersebut antara lain fasilitas pendidikan (perpustakaan, museum, lembaga penelitian), fasilitas umum (taman, stasiun, jalan raya), fasilitas sosial (taman, panti asuhan, rumah sakit), fasilitas bisnis (mall, pameran, restoran, pabrik, sawah, perkebunan), dan fasilitas teknologi dan informasi (internet dan audivisual).
o      Pengakuan pemerintah terhadap Homeschooling
Homeschooling bukanlah pendidikan yang berdiri sendiri tanpa di akui oleh pemerintah. Homeschooling merupakan pendidikan yang mendapatkan pengakuan dari pemerintah hal ini dibuktikan dengan peserta homeschooling bisa mendapatkan ijazah oleh diknas. Ijazah tersebut bias didapat dengan mengikuti ujian kesetaraan. Selain itu pihak yang melaksanakan homeschooling harus proaktif dengan melapor pada dinas setempat agar dicatat.
Melihat beberapa pertimbangan di atas maka sepantasnya layak jika homeschooling dijadikan solusi pendidikan alternative untuk anak. Akan tetapi semuanya kembali pada pemikiran masing-masing orang tua, apakah percaya bahwa dengan homeschooling anak dapat menjadi pribadi yang lebih baik ketimbang bila di sekolahkan di sekolah formal.

F. Kelebihan dan Kelemahan Homeschooling
Ø Kelebihan Homeschooling
Huzaifah Hamid (2008) mengemukakan beberapa keunggulan homeschooling sebagai pendidikan alternatif sebagai berikut. Sistem ini menyediakan pendidikan moral atau keagamaan, lingkungan sosial dan suasana belajar yang lebih baik, menyediakan waktu belajar yang lebih fleksibel. Juga memberikan kehangatan dan proteksi dalam pembelajaran terutama bagi anak yang sakit atau cacat, menghindari penyakit sosial yang dianggap orang tua dapat terjadi di sekolah seperti tawuran, kenakalan remaja, narkoba dan pelecehan. Selain itu sistem ini juga memberikan keterampilan khusus yang menuntut pembelajaran dalam waktu yang lama seperti pertanian, seni, olahraga, dan sejenisnya, memberikan pembelajaran langsung yang kontekstual, tematik, dan nonskolastik yang tidak tersekat-sekat oleh batasan ilmu.
Ø Kelemahan Homeschooling
Di sisi lain, homeschooling mempunyai kelemahan-kelemahan yang dapat disebutkan berikut ini membutuhkan komitmen dan tanggung jawab tinggi dari orang tua; dinamika bersosialisasi dengan teman sebaya relatif rendah; ada resiko kurangnya kemampuan bekerja dalam tim (team work), organisasi dan kepemimpinan; proteksi berlebihan dari orang tua. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya interaksi dengan teman sebaya dari berbagai status sosial yang dapat memberikan pengalaman berharga untuk belajar hidup di masyarakat.
Faktor tingginya biaya homeschooling juga menjadi salah satu kekurangan, karena dipastikan biaya yang dikeluarkan untuk memberikan pendidikan homeschooling lebih besar dibanding jika kita mengikuti pendidikan formal di sekolah umum.



BAB III
PENUTUP


A.        Kesimpulan
Homeschooling muncul atas filososi John Cadlwell Holt dalam bukunya How Children Fail (1964) karena alasan ketidakpuasan atas sistem pendidikan di sekolah formal yang kemudian didukung Ray dan Dorothy Moor dengan melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa memasukkan anak-anak pada sekolah formal sebelum usia 8-12 tahun tidak efektif.
Belum ada penelitian khusus tentang akar perkembangan homeschooling di Indonesia. Saat ini perkembangannya dipengaruhi oleh akses terhadap informasi yang semakin terbuka sehingga orang tua semakin memiliki banyak pilihan untuk pendidikan anak-anaknya.
Proses pembelajaran homeschooling menggunakan metode belajar mengajar tidak terbelenggu oleh dimensi ruang dan waktu secara formal. Guru hanya sebagai pembimbing dan mengarahkan minat siswa pada mata pelajaran yang diminati. Dalam hal ini siswalah yang menjadi subjek kurikulum bukan menjadi objek.
Kelebihan homeschooling adalah menyediakan pendidikan moral atau keagamaan, lingkungan sosial dan suasana belajar yang lebih baik serta menyediakan waktu belajar yang lebih fleksibel. Juga memberikan kehangatan dan proteksi dalam pembelajaran terutama bagi anak yang sakit atau cacat, menghindari penyakit sosial yang dianggap orang tua dapat terjadi di sekolah seperti tawuran, kenakalan remaja, narkoba dan pelecehan. Selain itu sistem ini memberikan keterampilan khusus yang menuntut pembelajaran dalam waktu yang lama.
Kelemahan homeschooling antara lain membtuhkan komitmen dan tanggung jawab tinggi dari orang tua; dinamika bersosialisasi dengan teman sebaya relatif rendah; ada resiko kurangnya kemampuan bekerja dalam tim (team work), organisasi dan kepemimpinan dan proteksi berlebihan dari orang tua.

B.        Saran
Pembelajaran sekolah rumah sebaiknya menyesuaikan dengan standar kompetensi yang telah ditentukan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Ini agar sejalan dengan pertumbuhan dan kemampuan anak dan dapat diikutkan dalam evaluasi dan ujian yang diselenggarakan secara nasional. Perlu adanya dukungan yang lebih luas dari pemerintah yang sementara ini hanya mendukung sebatas legalitas formal melalui UU SisDikNas yang menggolongkannya sebagai bagian dari pendidikan informal (keluarga).
DAFTAR PUSTAKA

Setiawan, Difa. 2013. Makalah Home Shooling. http://difasetiawan.blogspot.com/2013/05/makalah-homeschooling.html. Diakses pada Senin, 30 Maret 2015 pukul 20.11.

http://www.kamyabihomeschool.com/program.html. Diakses pada Senin, 30 Maret 2015. Pukul 22.20


http://www.homeschooling-primagama.com/main.php?hal=tentang&id=11#lihat. Diakses pada Senin, 30 Maret 2015. Pukul 22.38

Nasution, Sri Mulyani. 2012.  Home Schooling dan Pendidikan Islam.  https://srimulyaninasution.wordpress.com/islamic-education/homeschooling-dan-pendidikan-islam-2/. Diakses pada Senin, 30 Maret 2015. Pukul 23.03.