Memaafkan .. sumber kebahagiaan?


 Karunia kesehatan saat hidup di dunia dan pemberian maaf di akhirat, sudah barang tentu kita harapkan dan keduanya merupakan sumber kebahagiaan.
Tetapi perlu dipahami dan dicermati perbedaan antara ampunan dan pemaafan ialah kalau ampunan bersifat lebih umum, sedangkan pemaafan bisa jadi lebih mengena kepada seseorang yang kita tuju atau orang-orang yang pernah bersinggungan dengan kita.
Sebagai contohnya, anda katakan kepada seorang murid anda, “Aku ampuni kamu”, artinya anda membebaskan dari hukuman, tetapi anda tetap menegurnya.
Berbeda halnya jika anda katakan kepada, “Kumaafkan kamu”, maka artinya anda tidak menjatuhkan hukuman terhadapnya dan tidak pula menegurnya.
Adapun mengani firman Allah yang menyebutkan :
.. dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang, Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (QS : Ali Imran : 134)
Nah dari sini kita dapat mengklasifikasikan tingkatan kekasih-kekasih Allah antara lain :
Pertama, kedudukan menahan amarah terhadap oarng lain, artinya anda tidak marah, meskipun dalam dada anda ada ganjalan terhadap mereka, karena sikap mereka yang buruk terhadap diri anda.
Kedua, kedudukan memaafkan mereka artinya anda tidak menegur mereka dan tidak membalas sikap mereka yang buruk dengan perbuatan yang sama (semisal).
Ketiga, kedudukan berbuat kebaikan artinya anda memaafkan mereka, tidak memarahi mereka dan mendo’akankebiakn bagi mereka.
Seorang pelayan berdiri diatas kepala Khalifah Harun Ar-Rasyid, sedang di tangan pelayan itu ada teko berisikan air panas yang akan dituangkannya. Ternyata sebagian dari air itu tumpah mengenai pakaian Khalifah, maka Harun marah karena di sekitar Khalifah Harun terdapat banyak amir, para menteri, dan komandan pasukan.
Si pelayan yang berotak cerdas itupun berkata …
“Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah telah berfirman : “.. dan orang-orang yang menahan amarah”, (QS : Ali Imran : 134).
Kemudian Harun Al-Rasyid menjawab,
“Sesungguhnya aku telah menahan amarahku”.
Si pelayan melanjutkan ucapannya menyitir firman-Nya :
“Memaafkanlah kesalahan orang lain”. (QS : Al Imran : 134).
Harun Ar-Rasyid menjawab :
“Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan”. (QS : Ali Imran : 134).
Harun Ar Rasyid menjawab :
“Sesunguhnya sekarang aku memerdekanmu karena Allah”.
Kisah ini disebutkan oleh penulis dalam buku Al-Bidayah dan penulis buku Al ‘Iqdul Fariid (Ibnu Abdu Rabbihdari Andalusia).
Demikian indah dan santunnya mereka meyakini konsep maaf dari Alquran yang telah ditetapkan sebelumnya dan tanpa adanya pembedaan yang mendasar Khalifah dan pelayan saling mengingatkan dan menasehati.
Subhanallah spirit untuk legowo, mau menerima dan memberi maaf lebih-lebih lagi bukan karena melihat subjek tetapi bagaimana mereka memahami apa yang seharusnya dilakukan, mestinya menjadi inspirasi untuk menambah semangat mengkaji kitabullah dan selanjutnya mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari … yuu mari

0 komentar:



Posting Komentar