Dalam keletihan perjalanan dan kehabisan bekal makanan, Nabi Musa as
bersama Khidhir singgah di sebuah perkampungan. Tapi tidak ada seorang
pun di kampung itu yang berkenan menerimanya sebagai tamu yang berhak
dijamu dan dihormati. Penduduk kampung pelit dan tidak mau memberi.
Oleh: Muhith Muhammad Ishaq
Dalam perjalanan, keduanya mendapati sebuah tembok miring yang hampir
roboh. Nabi Musa dan Khidir merenovasi tembok miring itu hingga kembali
berdiri kokoh. Nabi Musa sempat mengusulkan, “Jika kamu mau, niscaya
kamu bisa mengambil upah untuk itu”.
Pernyataan Nabi Musa menjadi batas perjanjian dan perpisahan
keduanya. Namun sebelum keduanya berpisah, Khidhir menjelaskan
pengalaman perjalanannya kepada Nabi Musa, hingga pada kisah tembok yang
di kampung pelit itu.
“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di
kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua.
Sedang ayahnya adalah seorang yang shalih. Maka Tuhanmu menghendaki agar
mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu,
sebagai rahmat dari Tuhanmu. Dan bukanlah aku melakukannya itu menurut
kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang
kamu tidak dapat sabar terhadapnya," (QS 18:82)
Dalam salah satu episode kisah Nabi Musa bersama orang shalih yang
sering disebut Khidhir dalam surah al-Kahfi (QS.18) di atas, terdapat
fragmen kisah yang menginspirasi para orangtua dalam menjaga masa depan
anak-anaknya.
Kesibukan di setiap awal tahun ajaran baru di negeri ini selalu
ditandai dengan kesibukan para orangtua untuk pendidikan yang
berkualitas demi masa depan anak-anak.
Kesalihan orangtua menjadi faktor utama yang menjamin dan melindungi masa depan anak-anak itu dari bahaya yang mengancam masa depannya. Apalagi jika keshalihan orangtua didukung oleh kesalihan anak-anaknya.
Kesalihan orangtua menjadi faktor utama yang menjamin dan melindungi masa depan anak-anak itu dari bahaya yang mengancam masa depannya. Apalagi jika keshalihan orangtua didukung oleh kesalihan anak-anaknya.
Hari terakhir Umar bin Abdul Azis menjadi khalifah Bani Umayyah, ia
didatangi oleh Maslamah bin Abdul Malik. Ia adalah salah seorang
keluarga Abdul Malik bin Marwan/keluarga Bani Umayyah yang mengingatkan
Umar bin Abdul Aziz dengan mengatakan, “Wahai Amirul mukminin,
sesungguhnya engkau telah membuat anak-anakmu ini miskin. Padahal harta
negara berlimpah. Mengapa engkau tidak berwasiat tentang anak-anakmu ini
kepada kami agar hidup layak sebagaimana keluarga Bani Umayyah yang
lain?
Umar bin Abdul Aziz berkata, “Bangunkan dan sandarkan aku." Lalu ia
berujar tentang pernyataan Maslamah yang menganggapnya telah membuat
miskin anak-anaknya itu. "Demi Allah saya tidak menghalangi dari hak
mereka, tetapi saya tidak memberikan yang bukan haknya. Tentang wasiat
yang engkau sampaikan: Sesungguhnya pelindungku ialah yang telah
menurunkan al-Kitab (al-Qur’an) dan Dia melindungi orang-orang yang
shalih," kata Umar seraya mengutip QS.7: 196.
Selanjutnya Umar bin Abdul Aziz menegaskan: Anakku kemungkinannya
adalah satu dari dua pilihan. Kemungkinan pertama, ia menjadi
orang-orang shalih yang bertaqwa kepada Allah, maka pastilah Allah yang
akan memberikan jalan keluar dari semua masalah yang akan mereka hadapi.
Atau kemungkinan kedua, mereka menjadi ahli maksiat, maka saya tidak
akan pernah menjadi fasilitator bagi perbuatan maksiatnya.
Kemudian Umar bin Abdul Aziz memanggil anak-anaknya (semua laki-laki
berjumlah tiga belas), setelah mereka berkumpul di hapadannya ia
pandangi satu persatu putranya itu. Kemudian ia berkata di hadapan
Maslamah bin Abdul Malik, “Anak-anak muda yang hendak aku tinggalkan
dalam keadaan miskin tidak memiliki kekayaan sedikitpun, sesungguhnya
saya bersyukur kepada Allah, meninggalkan anak-anak muda ini dalam
keadaan baik."
Umar melanjukan, "Wahai anak-anakku, sesungguhnya ayahmu berada dalam dua pilihan. Pertama, meninggalkan kalian dalam keadaan kaya, tetapi ayahmu akan masuk neraka karena memberikan fasilitas yang bukan hak kalian. Kedua,
meninggalkan kalian dalam keadaan miskin, tapi ayahmu berpeluang masuk
surga karena ayah hanya meninggalkan yang memang menjadi hak kalian.”
lalu Umar bin Abdul Aziz lebih senang meningalkan mereka dalam keadaan
miskin tetapi shalih dan bertaqwa.
Riwayat berikutnya menyebutkan bahwa setahun setelah wafat ayahnya
itu, anak-anak Umar bin Abdul Aziz telah tercatat sebagai para muzakki
(pembayar zakat) yang menandakan bahwa mereka berkemampuan dan berdaya
secara financial.
Kesalihan dan ketaqwaan semua pihak, anak didik, orangtua, guru,
lingkungan masyarakat, sangat berharga bagi masa depan anak-anak ini
melebihi faktor lainnya. Maka membiasakan mereka untuk bermoral
terhormat, jauh dari kehinaan, mendisiplinkan diri untuk taat kepada
Allah SWT, menghiasi diri dengan akhlak dan sikap-sikap mulia akan
membantu anak-anak meraih masa depan gemilang bagi kejayaan umat, bangsa
dan negara.
“…Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan,” (QS 58:11).
Sumber : (Majalah SABILI No 01 TH XVIII)
0 komentar:
Posting Komentar