Masa-masa remaja adalah masa yang paling indah, namun
penuh dengan pergolakan dan problematika hidup. Remaja juga dipandang
sebagai salah satu masa proses pencarian identitas diri. Remaja
merupakan suatu fase pertumbuhan dan perkembangan yang akan dihadapi
oleh setiap manusia, sebagai ciptaan Allah. Dikatakan remaja, karena ia
telah melewati usia anak-anak dan akan memasuki usia dewasa.
Untuk
itu, usia remaja kadang disebut banyak orang sebagai masa-masa transisi
yang penuh dengan ketidaktentuan dan ketidakpastian. Pada masa-masa
ini, seorang remaja dihadapkan kepada godaan atau tarikan-tarikan
perbuatan yang serba tidak menentu dan tidak jelas. Apakah ia akan
melakukan pekerjaan yang mengarah kepada kebaikan, atau ia akan
mengerjakan perbuatan yang menjerumuskan dirinya kepada keburukan.
Sejak
dulu kala, para remaja atau kaum pemuda menjadi harapan masa depan
bangsa. Di atas pundaknyalah, masa depan bangsa ini dipikulkan. Mereka
dapat dipastikan akan menjadi pengendali, penentu, dan pemimpin masa
depan. Karena, merekalah yang akan menggantikan generasi-generasi
pendahulu mereka. Dengan demikian, tugas dan tanggung jawab mereka
sangat berat. Bagaimana Islam memandang problematika dan masa depan
remaja?
Remaja di jalan Allah
Pertumbuhan dan perkembangan
seseorang dapat dilihat dari segi pembatasan usia, yang bisa dibagi dua
fase: sebelum dan setelah akil balig. Bagi seorang wanita, akil balig
ditandai dengan keluarnya darah haid, sedangkan bagi laki-laki ditandai
dengan keluar sesuatu dari alat kelaminnya saat mimpi basah. Atau, kalau
misalnya tidak mengalami haid dan mimpi basah, maka fase akil balig
ditandai oleh usia tertentu yaitu maksimal lima belas tahun. Pandangan
batas usia akil balig yang akan dialami oleh seseorang, baik laki-laki
maupun perempuan, ini dikemukakan oleh banyak ulama.
Namun, batas
usia bagi akil balig seperti disebutkan di atas akan membawa
konsekuensi, bahwa seseorang seusia tersebut-yang biasa juga disebut
remaja, akan dianggap sebagai mukallaf yang terkena beban taklif:
kewajiban dan larangan. Maka, bila ia melakukan kebaikan-sekalipun ia
masih remaja, seperti dilakukan orang dewasa, maka ia akan mendapatkan
pahala sebagaimana dijanjikan Allah. Begitu juga sebaliknya. Bila ia
melanggar perintah-perintah Allah, maka ganjaran yang akan ia peroleh
adalah dosa, yang sebenarnya berasal dari dirinya sendiri.
Islam
menempatkan kalangan remaja kepada kedudukan yang istimewa dan sangat
khas. Banyak hadis Nabi Muhammad dan pernyataan para hukama yang
memperlakukan remaja sebagai masa-masa yang istimewa dan khusus. Dalam
sebuah hadis Rasulullah yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim,
misalnya, disebutkan, bahwa ada tujuh kelompok orang yang akan diberikan
perlindungan Allah pada hari akhir nanti, dan tiga dari tujuh kelompok
tersebut adalah golongan remaja-meskipun yang bukan remaja juga bisa
termasuk di dalamnya.
Di dalam ketujuh kelompok itu ada seorang
pemuda yang tumbuh dan berkembang di jalan ibadah kepada Tuhan. Seorang
pemuda ini dapat dikatakan istimewa, karena dalam usianya yang penuh
gejolak yang biasanya menjauh dari jalan Tuhan, ia malah memilih untuk
hidup di jalan ibadah kepada Allah. Sangat jarang memang ditemukan
seorang pemuda menentukan pilihan hidupnya untuk mendekatkan diri kepada
Allah.
Di dalam ketujuh kelompok itu juga ada dua orang remaja yang saling
mencintai karena Allah. Mereka berkumpul dan berpisah karena Allah.
Ketiga tipologi pemuda atau remaja yang digambarkan hadis Rasulullah ini
seharusnya menjadi rujukan baik bagi remaja masa kini. Ada lagi profil
remaja yang sebaiknya dijadikan referensi bagi remaja. Yaitu, seorang
remaja laki-laki menolak undangan atau ajakan seorang gadis atau remaja
perempuan yang mempunyai kedudukan dan kecantikan, karena ia belum
menjalin ikatan pernikahan, dan dengan alasan "Aku takut kepada Allah"
(inni akhafullah). Juga sebaliknya. Seorang gadis atau remaja perempuan
menolak rayuan remaja laki-laki, karena alasan yang sama, yaitu takut
kepada Allah. Penolakan semacam itu bukan karena jual mahal atau
sebagainya. Remaja dengan tipologi seperti itu, baik laki-laki maupun
perempuan, akan mendapat jaminan perlindungan dari Allah. Inilah contoh
yang digambarkan Rasulullah buat para remaja, yang menjadi rujukan
hasanah bagi remaja masa kini. Seorang remaja masih tetap berada
dalam jalur-jalur kebenaran dari Allah, meskipun ia sering mengalami
gejolak diri yang kadang menjurus kepada keburukan.
Sebuah rambu buat remaja
Keluarga
sebetulnya mempunyai peran besar untuk membentuk karakter dan profil
remaja ideal dambaan umat, seperti digambarkan hadis Nabi Muhammad. Di
dalam keluargalah, seorang remaja tumbuh, berkembang, berkreativitas,
berinovasi, dan menanam pahala-pahala yang dapat dinikmati di kemudian
hari. Tanpa perhatian dan bimbingan keluarga, bisa jadi perjalanan hidup
seorang remaja tidak terarah dan tanpa tujuan yang jelas.
Dalam
dunia pendidikan, proses mendidik seseorang, termasuk juga para remaja
untuk bertanggung jawab bukanlah pekerjaan yang instan, seperti membalik
telapak tangan. Proses pendidikan sangat membutuhkan waktu yang cukup
lama, yang bisa berlangsung sejak seorang manusia berada di dalam
kandungan hingga masa kematian menjemputnya. Proses pendidikan seseorang
berlangsung terus-menerus tanpa henti-hentinya, kecuali ia mencapai
waktu ajalnya.
Islam, misalnya, memerintahkan setiap orang untuk
mendidik anak-anaknya yang berusia dini untuk mendirikan shalat.
Pendidikan semacam ini merupakan bagian dari latihan tanggung jawab
kepada Allah, dan sebagai latihan disiplin bagi anak-anak. Proses
latihan tanggung jawab dan disiplin ini sangat penting bagi seorang anak
untuk menanamkan pendidikan pada masa-masa remaja di kemudian hari.
Selain
itu, keluarga juga bertanggung jawab untuk mengarahkan para remajanya
yang sedang berada di tengah-tengah pergaulan sesama mereka. Selama ini,
banyak pergaulan remaja, khususnya di kota-kota besar, tidak
berlandaskan rambu-rambu agama. Kita misalnya sering melihat seorang
remaja laki-laki dan perempuan berjalan berduaan, padahal mereka belum
menikah. Tangan mereka bergandengan mesra, bahkan, berciuman-seperti
sering terjadi ketika remaja-remaja kita merayakan valentine day setiap
setahun sekali.
Sebenarnya, Islam tidak membenarkan mereka
berduaan-sekalipun mereka tidak melakukan hal-hal yang 'tidak
diinginkan'. Islam melarang seorang pemuda dan seorang gadis berduaan
tanpa ikatan pernikahan. Islam juga tidak memperbolehkan dan
memperkenankan mereka berduaan di dalam masjid, sekalipun mereka
sama-sama melakukan iktikaf. Karena, perbuatan tersebut dikhawatirkan
dapat mendatangkan bahaya, baik bagi dirinya maupun lingkungan keluarga
mereka.
Alquran telah memberi rambu-rambu dan pedoman yang jelas
bagi seorang laki-laki dan wanita yang bukan 'muhrim' dalam bergaul.
Pergaulan antarremaja, khususnya bagi kalangan remaja laki-laki dan
remaja perempuan, memiliki aturan yang jelas dan ketat. Allah berfirman,
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, 'Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu
adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang mereka perbuat.' Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari
padanya'". (QS. Al-Nuur, 24: 30-31).
Demikian aturan pergaulan
antara remaja laki-laki dan remaja perempuan. Peraturan tegas tersebut
seharusnya dipatuhi oleh para remaja kita sekarang. Remaja ideal adalah
remaja yang berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Islam. Remaja semacam
ini menjadi harapan besar bagi kebangkitan Islam. Melanggar peraturan
tersebut, berarti kita tidak mematuhi ajaran-ajaran yang digariskan
Alquran. Wallahu a'lam.
Islam menempatkan kalangan remaja kepada
kedudukan yang istimewa dan sangat khas. Banyak hadis Nabi Muhammad dan
pernyataan para hukama yang memperlakukan remaja sebagai masa-masa yang
istimewa dan khusus.
Badriyah Fayumi : Dosen Fak. Ushuluddin & Filsafat, UIN Jakarta
Alamsyah Agus (Anggota SNADA)
Sumber :
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/08/07/13/124-agama-dan-problematika-remaja