Buruknya Birokrasi (Indonesia)

Birokrasi berasal dari kata bureaucracy (bahasa inggris bureau + cracy), diartikan sebagai suatu organisasi yang memiliki rantai komando dengan bentuk piramida, dimana lebih banyak orang berada ditingkat bawah dari pada tingkat atas, biasanya ditemui pada instansi yang sifatnya administratif maupun militer.
 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, birokrasi didefinisikan sebagai :
  1. Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh makan pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan
  2. Cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan (adat dan sebagainya) yang banyak liku-likunya dan sebagainya.
Definisi birokrasi ini mengalami revisi, dimana birokrasi selanjutnya didefinisikan sebagai
  1. Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh rakyat, dan
  2. Cara pemerintahan yang sangat dikuasai oleh pegawai.
Dalam kenyataannya sekarang birokrasi memang lebih cenderung ke pengertian setelah revisi yaitu "sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang dipilih oleh rakyat" termasuk di dalamnya Kepala Desa, Lurah, Bupati, Gubernur, Presiden, beserta jajaran yang berada dibawahnya. Jika merujuk ke pengertian yang kedua "cara pemerintahan yang dikuasai oleh pegawai". Maka memang akan sangat riskan menimbulkan hal-hal yang tidak seyogyanya dilakukan. Seperti Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) yang "KATANYA" sedang gencar-gencarnya diberantas oleh negara tercinta ini, namun kenyataannya???. Tetap belum ada penyelesaian yang jelas. 

Dimanapun birokrasi ini berdiri dan berada , sepertinya tetap tidak akan "bersih". Saya punya seorang rekan kerja yang pernah bercerita tentang pengurusan surat kepindahan dinas dari kapupaten yang satu ke kabupaten yang lain  yang bertele-tele dan tak kunjung diurus. Padahal beliau sudah melakukan sesuai prosedur yang ada. Namun kenyataaanyaa???. Setelah berkas sudah diserahkan, jawabnya : "Nanti pak bulan depan" . 1 bulan kemudian "Nanti pak, bulan depan". 1 bulan berikutnya, " Nanti pak, bulan depan". Pun ketika ada seseorang yang mengurus surat-surat yang lain kalau tidak ada "uang pelicin" akan tak kunjung diurus. Serta masih banyak contoh nyata yang mungkin pembaca sendiri pernah mengalami atau menjumpainya. 

Persoalan birokrasi di Indonesia sekarang ini ibarat gajah di pelupuk mata yang tidak kelihatan. Karena saking kusutnya, bangsa ini sendiri tidak bisa lagi mengenal, sebelum orang lain mengingatkannya. Hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) baru-baru ini yang menyebut kinerja birokrasi Indonesia merupakan yang terburuk kedua di Asia setelah India, adalah salah satu contohnya.

Buruknya pelayanan birokrasi ini sesungguhnya sudah merupakan penyakit menahun di Indonesia. Sejak zaman Orde Baru hingga Reformasi, berulangkali pemantau internasional menobatkan negeri ini dengan prestasi buruk, namun kinerja aparatur penyelenggara negara itu bergeming sedikit pun. Tidak hanya uang negara yang habis untuk membayar upah para pegawai negara itu, harga diri Indonesia juga tercoreng di mata dunia karena ulah para birokrat yang tak becus itu.

Permasalahan birokrasi Indonesia saat ini tidak lepas dari rendahnya kualitas SDM aparat birokrasi; semangat kerja dan kesadaran atas tugas dan tanggung jawab yang rendah; kurangnya pemahaman atas fokus tujuan dari tugasnya; lemahnya fungsi koordinasi; organisasi birokrasi yang sangat gemuk; masih tingginya budaya korupsi; dan pemahaman yang rendah atas tugasnya sebagai pelayan publik.

Sedikit kilas balik birokrasi Indonesia. Pada masa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit misalnya, sudah dikenal konsep birokrasi serta pembagian tugas. Namun demikian, raja masih dianggap yang paling berkuasa dan menentukan.

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, seseorang dapat menduduki jabatan pegawai pemerintahan Hindia Belanda harus menjalani magang (pengabdian yang belum digaji) kepada seorang priyayi atasan/pejabat. Dari magang tersebut terjadi hubungan patron-klien, di mana para pemagang akan sabar menunggu sampai diangkat sebagai pegawai, bila perlu mereka akan menjilat, cari muka, dan sebagainya.

Dalam masyarakat yang modern, yakni Indonesia pasca proklamasi, birokrasi menjadi suatu organisasi atau institusi yang penting. Penting karena secara umum dipahami bahwa salah satu institusi atau lembaga yang paling penting untuk membentuk negara adalah pemerintah, sedangkan personifikasi pemerintah itu sendiri adalah perangkat birokrasinya (birokrat).

Selanjutnya era Orde Baru, birokrasi memainkan peranan yang sangat sentral. Karena dominannya peran birokrasi, maka partisipasi masyarakat terasa kurang berakar atau menjadi “pelengkap” saja. Akibatnya, segala sesuatu saat itu terkesan lamban, kaku, dan tertutup.

Di era reformasi, demokrasi yang merupakan bentuk pemerintahan yang dicita-citakan di seluruh dunia mulai tumbuh di Indonesia. Seiring dengan itu, birokrasi yang memiliki berbagai macam dasar moral di dalamnya, seperti keyakinan akan nilai dan martabat manusia, kebebasan manusia, adanya aturan hukum yang pasti, asas musyawarah, dan prinsip perbaikan juga mulai tumbuh.

Namun, sifat-sifat dan pemahaman negatif di zaman sebelumnya, seperti lamban, kaku, tertutup, dan koruptif masih tetap tertinggal. Buktinya, seperti disebutkan di atas, birokrasi Indonesia ditempatkan oleh survei PERC sebagai yang terburuk kedua di Asia. Indikasi buruknya birokrasi di Indonesia ini juga ditemukan IFC (International Finance Corporation), terutama dalam kemudahan berusaha seperti membuka usaha, mendaftarkan properti, mengakses pinjaman, pembayaran pajak, hingga kepatutan terhadap kontrak kerja.
Menurut PERC, birokrasi di Indonesia tidak efektif, berbelit-belit, dan rawan korupsi. Secara keseluruhan, hasil survei itu menunjukkan Singapura dan Hong Kong sebagai negara dengan sistem birokrasi yang paling efisien di Asia. Kemudian berturut-turut di bawahnya, Thailand, Korea Selatan, Jepang, Taiwan, Malaysia, China, Vietnam, Filipina, Indonesia, dan India (9,41).

Menanggapi predikat tersebut pemerintah sendiri mengakui telah gagal mereformasi birokrasi. Bahkan, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengusulkan pemangkasan birokrasi dan revisi UU No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah.

Dari segi ekonomi, pengamat ilmu administrasi negara yang juga guru besar FISIP UI Eko Prasodjo seperti dilaporkan harian Media Indonesia (10/6/2010) memperkirakan, Indonesia mengalami kerugian sekitar 30% dari APBN dan APBD setiap tahun akibat buruknya manajemen birokrasi. Dia mengaku tidak heran pada hasil survei PERC tersebut.

Pendapat lebih tegas disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Menurutnya, semua presiden Indonesia gagal mereformasi birokrasi. “Semua presiden gagal menepati janjinya dalam memperbaiki birokrasi,” ujarnya dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema Uji Sahih Buku Ajar Hukum Acara di Jakarta (10/6/2010). Kegagalan tersebut menurutnya, karena instansi-instansi yang ada masih terbelenggu masa lalu.

Melihat persoalan birokrasi sekarang ini, maka jika birokrasi sebagai “alat pemerintah” yang bekerja untuk kepentingan rakyat berfungsi baik, birokrasi seharusnya berada dalam posisi netral. Kalaupun posisi itu tidak dapat sepenuhnya dicapai, paling tidak birokrasi semestinya mempunyai kemandirian sebagai lembaga yang tetap tegak membela kepentingan umum yang lebih meningkatkan diri sebagai “abdi masyarakat”.

Melihat kenyataan-kenyataan di atas sungguh sangat "IRONIS" sekali. Jika fungsi awalnya sebagai pembela rakyat yang dipilih oleh rakyat juga. Namun kenyataanya sering "MENCEKIK " rakyat dengan kebijakan-kebijakan yang seringkali ANEH. Pun ketika ada yang berniat membantu dengan mendirikan rumah singgah untuk mencerdaskan anak bangsa, terkadang terhalang oleh perijinan yang berbelit-belit. Katanya "pendidikan untuk semua rakyat". Namun seperti terbentur kepentingan dan aturan yang akhirnya terkadang tak bisa dinikmati oleh semua rakyat. 

 Dengan perubahan

Valentine Day


Bulan februari datang..,, banyak muda-mudi yang menantikan bulan ini. "Katanya" ada  Valentine Day. Ada yang bagi-bagi coklat ke sahabatnya, keluarganya, ataupun teman "spesialnya". Atau bahkan ada yang tak hanya coklat, namun bunga-bunga dan kartu ucapan yang semuanya identi dengan warna pink. Tahukah kawan...,, bagaimana Islam mengatur tentang hal ini? Aku inget dulu ada temen yang dapat bingkisan "coklat plus bunga mawar pink". Dan mungkin banyak temen-teman kita yang selalu menantikan hari itu. Untuk mengingatkan teman-teman semua,, dan sedikit memberi info kalau-kalau ada yang ternyata belum tahu tentang "valentine".

"VALENTINE DAY" Banyak orang menyebutnya sebagai hari kasih sayang. Sehingga setiap hari valentine datang banyak muda mudi turut merayakannya. Bagaimana hukum dari perayaan hari Valentine atau orang barat sana menamakannya Valentine's Day dalam pandangan agama Islam.

Sejarah lahirnya hari valentine bukan dari Indonesia dan biasanya hanya untuk kegiatan yang sifatnya hura-hura, kesenangan dan cenderung memujakan cinta...ciee..., Nah karena kebanyakan penduduk Indonesia beragama Islam dan bagaimana muda mudi Indonesia kebanyakan juga turut merayakannya perlu kiranya untuk mengetahui hukum valentine menurut islam.

Adalah Paus Gelasius I pada tahun 496 yang memasukkan upacara ritual Romawi kuno/valentine ke dalam agama Nasrani, sehingga sejak itu, secara resmi agama Nasrani memiliki hari raya baru yang bernama Valentine's Day. The Encyclopedia Britania, vol. 12, sub judul: Chistianity, menuliskan penjelasan sbb: "Agar lebih mendekatkan lagi kepada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine's Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (The World Encylopedia 1998).

Keterangan ini menjelaskan kepada kita, bahwa perayaan hari valentine itu berasal dari ritual agama Nasrani secara resmi. Dan sumber utamanya berasal dari ritual Romawi kuno. Sementara di dlm tatanan aqidah Islam, seorang muslim diharamkan ikut merayakan hari besar pemeluk agama lain, baik agama Nasrani ataupun agama paganis (penyembah berhala) dari Romawi kuno. Telah dijelaskan dalam Al- Qur'an. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah.

Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." (QS. Al-Kafirun: 1- 6). Kalau dibanding dengan perayaan natal, sebenarnya nyaris tidak ada bedanya. Natal dan Valentine sama-sama sebuah ritual agama milik umat Kristiani. Umat Islam diharamkan merayakan ritual agama dan hari besar agama lain. Valentine Berasal dari Budaya Syirik. Ken Swiger dalam artikelnya "Should Biblical Christians Observe It?" mengatakan, "Kata "Valentine" berasal dari bahasa Latin yang berarti, "Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Maha Kuasa". Kata ini ditujukan kepada Nimroe dan Lupercus, tuhan orang Romawi".

Disadari atau tidak ketika kita meminta orang menjadi "to be my Valentine", berarti sama dengan kita meminta orang menjadi "Sang Maha Kuasa". Jelas perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar, menyamakan makhluk dengan Sang Khalik, menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Icon si "Cupid (bayi bersayap dengan panah)" itu adalah putra Nimrod "the hunter" dewa matahari. Disebut tuhan cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri.

Islam mengharamkan segala hal yang berbau syirik, seperti kepercayaan adanya dewa dan dewi. Dewa cinta yang sering disebut-sebut sebagai dewa Amor, adalah cerminan aqidah syirik yang di dalam Islam harus ditinggalkan jauh-jauh. Padahal atribut dan aksesoris hari valentine sulit dilepaskan dari urusan dewa cinta ini. Walhasil, semangat Valentine ini tidak lain adalah semangat yang bertabur dengan simbol-simbol syirik yang hanya akan membawa pelakunya masuk neraka, naudzu billahi min zalik.

Semangat valentine adalah Semangat Berzina Perayaan Valentine's Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran sikap dan semangat. Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua dengan mengatasnamakan semangat cinta kasih.

Dalam semangat hari Valentine itu, ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, petting bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu menjadi boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang, bukan nafsu libido biasa.

Bahkan tidak sedikit para orang tua yang merelakan dan memaklumi putera-puteri mereka saling melampiaskan nafsu biologis dengan teman lawan jenis mereka, hanya semata-mata karena beranggapan bahwa hari Valentine itu adalah hari khusus untuk mengungkapkan kasih sayang. Padahal kasih sayang yang dimaksud adalah zina yang diharamkan.

Sudah tahu kan?? Yuk sama-sama katakan "Say No To Valentine Day". Lakukan kegiatan yang lebih bermanfaat.